Mendidik Murid: Panggilan Menuju Kekudusan

“Mas Bro.. ikut webinar ini ya? Nanti dapat surat tugas dari sekolah. Alasannya jenengan pembina OSIS dan bisa menerapkan untuk anak-anak OSIS. Bersama Bruder Singgih via Zoom. Bagaimana? Para guru juga sedang In House Training.” Pesan singkat dari WA yang membuat saya terdiam sebentar. Lalu akhirnya saya ikuti dan justru membuat kegiatan tersebut menjadi sangat istimewa.

Keistimewaan pertama ketika saya harus berangkat lebih pagi yaitu pukul 05.00 WIB menuju sekolah. Menempuh jarak 34 km dari Desa Sanenrejo menuju SMAK Santo Paulus Jember. Pukul 06.00 WIB saya harus tiba di sekolah karena bertanggung jawab sebagai pembina OSIS yang sedang melaksakanan kegiatan MOM (Masa Orientasi Murid). Menempuh jalan desa yang berkabut dan hawa dingin menjadi keistimewaan tersendiri. Tapi itulah pelayanan bagi saya. Keistimewaan kedua adalah bahwa tanpa sengaja, saya membagikan poster webinar itu ke sosial media saya dan menceritakan pengalaman saya kepada salah satu panitia terkait penggunaan gadget oleh anak-anak di rumah. Ternyata itu mendapat apresiasi dari pihak penyelenggara.

Singkat cerita, Sabtu 12 Juli 2025 saya mengikuti webinar dengan tema “Game, Gadget, dan Smartphone: Seni Mendidik Anak Tanpa Melarang di Era Digitalisasi Teknologi Informasi. Itulah tema yang di tawarkan. Menurut saya, webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya tersebut sangat berguna di zaman sekarang.

Kesempatan yang istimewa ini di awali denga materi dari Pak Ryan Putranda Kristianto, M.Kom. seorang dosen ilmu informatika di Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya (UKDC) Surabaya. Ia memaparkan tentang aktifitas kita dalam menggunakan gadged. Sejak kecil, gadged diperkenalkan sehingga mereka bisa lebih paham daripada orang tuanya. Inilah yang menjadi ketakutan kita sebagai orang tua, sekaligus sebagai pendidik. Dalam kesempatan yang baik itu, beliau memberikan beberapa tips agar apa yang menjadi tontonan kita, tidak ditonton oleh anak-anak, yaitu dengan membuat akun yang berbeda, memonitoring “history” tontonan mereka, menggunakan aplikasi lock apps agar aplikasi-aplikasi yang belum atau tidak layak tonton tidak dapat dibuka. Bisa juga kids 360, famillylink, atau jika memungkinkan untuk mematikan data atau wifi. Sebagai salah satu perubahan, teknologi tidak hanya berdampak negatif. Ketika orang tua atau guru mampu mengarahkan, anak-anak akan menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif saat bersahabat dengan gadget.

Pemateri kedua adalah seorang pengajar di SMK Katolik Santo Louis Surabaya, Ibu Munika Yuni Ariska, S. Psi. Beliau memaparkan bagaimana sesungguhnya peran orang tua dalam mendidik anak menggunakan gadged mengingat teknologi yang terus berkembang dan kebutuhan psikologi yang lain. Maka, pendampingan orang tua menjadi hal yang sangat krusial. Jika mau sejenak merenungkan, tugas orang tua adalah mendampingi anak yang dipercayakan kepada mereka. Pendampingan itu bukan sekadar menyiapkan materi untuk tumbuh kembang mereka, tapi lebih dari itu kehadiran kita sebagai orangtua sangat mendasar bagi mereka.

Ibarat dua sisi mata pisau

Setiap perubahan pasti memiliki sisi positif dan negatif. Demikian juga dengan gadget. Orang tua bisa lebih mudah berkomunikasi dengan anaknya karena gadged. Anak-anak memperoleh informasi yang mereka butuhkan dengan cepat dan tanpa batas serta merangsang kreatifitas mereka. Namun, kita perlu ingat juga, bahwa ada sisi negatif yang “layak” diperhatikan oleh orang tua. Gadged membuat anak menjadi kecanduan sehingga kesulitan untuk bisa fokus. Selain itu, dampak negatifnya adalah gangguan kesehatan mental (pornografi, antisosial, konten negatif) dan fisik (terutama mata) karena merasa sudah cukup dengan gadgednya yang akhirnya merubah perilaku anak.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh orang tua agar dampak negatif gadget tidak menimpa anak-anak kita? Kembali, bahwa kehadiran kita yang sesungguhnya mereka butuhkan. Namun, ketika hal itu dirasa sulit, kita bisa mengawasi aktifitas digital mereka dengan mengontrol waktu dan konten yang mereka tonton. Serta yang paling penting adalah memberi teladan bagaimana kita menggunakan gadged secara sehat, terutama ketika sedang bersama dengan mereka. Memberikan pengertian tentang bagaimana memanajemen waktu dan membuat skala prioritas beserta konsekuensinya menjadi cara yang baik untuk membangun komunikasi dan juga kedekatan emosional kepada mereka.

Alternatif lain yang bisa dipilih agar anak tidak fokus pada gadget yakni semakin mempertajam komunikasi dalam keluarga adalah dengan mengajak mereka melakukan kegiatan di luar ruangan, seperti olahraga, memasak, berkebun, melukis, bernyanyi atau kegiatan lain yang dapat mengalihkan perhatian mereka. Kebiasaan ini akan memampukan mereka untuk dapat berkonsentrasi dalam belajar atau mengerjakan tugas, terhindar dari kecanduan gadged dengan segala yang ada di dalamnya, terbangun pola hidup harmonis yang seimbang antara hidup nyata dan maya.

Teknologi terus berkembang, orang tua pun semestinya mengikuti perkembangan itu untuk bisa mendampingi anak anak mereka menjadi pribadi yang baik. Orang tua perlu berkolaborasi dengan pihak sekolah, gereja, atau komunitas lain di mana anak sering menghabiskan waktu mereka. Konsistensi aturan dengan tetap mengedepankan komunikasi kasih menjadi kuncinya.

Orangtua yang istimewa adalah orang tua yang mampu mendampingi setiap tumbuh kembang anak-anak mereka seturut perkembangan dunia. (Alosius Danang Tri P.)